Rabu, 04 Juli 2018

EMF ; OBLIGASI DAN SUKUK


Nur Auliah
NPM : 1601270017
4A-Perbankan Syariah’16 Pagi
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
OBLIGASI DAN SUKUK

1.      Obligasi
Obligasi adalah suatu istilah yang digunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Ketentuan lain dapat juga dicantumkan dalam obligasi tersebut seperti misalnya identitas pemegang obligasi, pembatasan-pembatasan atas tindakan hukum yang dilakukan oleh penerbit. Obligasi pada umumnya diterbitkan untuk suatu jangka waktu tetap di atas 10 tahun. Misalnya saja pada Obligasi pemerintah Amerika yang disebut "U.S. Treasury securities" diterbitkan untuk masa jatuh tempo 10 tahun atau lebih. Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun disebut "surat utang" dan utang di bawah 1 tahun disebut "Surat Perbendaharaan. Di Indonesia, Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun yang diterbitkan oleh pemerintah disebut Surat Utang Negara (SUN) dan utang di bawah 1 tahun yang diterbitkan pemerintah disebut Surat Perbendaharan Negara (SPN).
Obligasi secara ringkasnya adalah utang tetapi dalam bentuk sekuriti. "Penerbit" obligasi adalah si peminjam atau debitur, sedangkan "pemegang" obligasi adalah pemberi pinjaman atau kreditur dan "kupon" obligasi adalah bunga pinjaman yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur. Dengan penerbitan obligasi ini maka dimungkinkan bagi penerbit obligasi guna memperoleh pembiayaan investasi jangka panjangnya dengan sumber dana dari luar perusahaan.
Pada beberapa negara, istilah "obligasi" dan "surat utang" dipergunakan tergantung pada jangka waktu jatuh temponya. Pelaku pasar biasanya menggunakan istilah obligasi untuk penerbitan surat utang dalam jumlah besar yang ditawarkan secara luas kepada publik dan istilah "surat utang" digunakan bagi penerbitan surat utang dalam skala kecil yang biasanya ditawarkan kepada sejmlah kecil investor. Tidak ada pembatasan yang jelas atas penggunaan istilah ini. Ada juga dikenal istilah "surat perbendaharaan" yang digunakan bagi sekuriti berpenghasilan tetap dengan masa jatuh tempo 3 tahun atau kurang . Obligasi memiliki risiko yang tertinggi dibandingkan dengan "surat utang" yang memiliki risiko menengah dan "surat perbendaharaan" yang memiliko risiko terendah yang mana dilihat dari sisi "durasi" surat utang di mana makin pendek durasinya memiliki risiko makin rendah.
Obligasi dan saham keduanya adalah instrumen keuangan yang disebut sekuriti namun bedanya adalah bahwa pemilik saham adalah bagian dari pemilik perusahan penerbit saham, sedangkan pemegang obligasi adalah semata merupakan pemberi pinjaman atau kreditur kepada penerbit obligasi. Obligasi juga biasanya memiliki suatu jangja waktu yang ditetapkan di mana setelah jangka waktu tersebut tiba maka obligasi dapat diuangkan sedangkan saham dapat dimiliki selamanya ( terkecuali pada obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Inggris yang disebut gilts yang tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo.


2.      Sukuk
Sukuk (Arab: صكوك‎, bentuk jamak dari صك Shak, "instrumen legal, amal, cek") adalah istilah dalam bahasa Arab yang digunakan untuk obligasi yang berdasarkan prinsip syariah. Dalam fatwa nomor 32/DSN-MUI/IX/2002, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mendefinisikan sukuk sebagai surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin atau fee, serta membayar kembali dana obligasi saat jatuh tempo.[1]
Sukuk dapat pula diartikan dengan Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas:
  1. kepemilikan aset berwujud tertentu;
  2. nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu; atau
  3. kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.

3.      Penerapan Sukuk Di Indonesia

Pasar keuangan di Indonesia pada tahun 2008 akhirnya mencatatkan sejarah baru. Meski terlambat yaitu pada bulan Mei 2008 , Pemerintah telah mengundangkan Undang- undang No. 19/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau UU Sukuk Negara (sovereign sukuk). Hal ini patut diberikan apresiasi tinggi atas upaya pemerintah  dan DPR yang berhasil menghasilkan UU Sukuk Negara ini. Dikatakan terlambat, karena perkembangan sukuk di Indonesia, sesungguhnya sudah dimulai oleh swasta, meskipun pangsanya masih kecil.
Dengan diberlakukannya UU Sukuk Negara dan adanya penerbitan sukuk oleh pemerintah, itu berarti sukuk kini menjadi instrumen pembiayaan yang diakui sehingga dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap sukuk kita, baik sukuk negara maupun sukuk korporasi.
Sebagaimana disebut di atas, perkembangan sukuk di Indonesia sesungguhnya bermula karena adanya inisiatif dari swasta. Dukungan yang kurang dari pemerintah dan regulator terhadap perkembangan sukuk ini, menyebabkan posisi Indonesia dalam pasar keuangan syariah global tidak mendapatkan tempat yang semestinya. Dengan diberlakukannya UU Sukuk Negara, diperkirakan perkembangan pasar sukuk di Indonesia akan lebih semarak dibandingkan sebelumnya. Terlebih lagi, minat investor terhadap sukuk ini sangat besar, sebagaimana ditunjukan dari perkembangan sukuk global saat ini.
Namun demikian, pasar sukuk di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, pasar keuangan syariah di Indonesia tidak terlalu likuid. Penyebabnya, pangsa pasarnya yang relatif kecil, yaitu kurang dari 5% dari seluruh sistem keuangan di Indonesia. Kecilnya pangsa pasar keuangan syariah ini diperkirakan akan menyebabkan pertumbuhan pasar sukuk domestik akan tetap terbatas. Oleh karenanya, dengan langkah perdana pemerintah menerbitkan sukuk domestik , selanjutnya perlu dibuka pasar sukuk global sebagai benchmark bagi penerbitan sukuk global lainnya, baik sovereign sukuk maupun corporate sukuk.
Kedua, belum adanya kepastian masalah perpajakan terkait dengan transaksi yang melibatkan investor sukuk. Permasalahan perpajakan ini tidak hanya terkait dengan sukuk, namun menyangkut transaksi keuangan syariah secara keseluruhan. Isu yang paling mengemuka adalah adanya double taxation dalam transaksi keuangan syariah.
Ketiga, kebanyakan produk keuangan syariah bersifat “debt-based” atau “debt- likely”. Padahal, idealnya keuangan syariah adalah “profit-loss sharing”. Ini terlihat dari komposisi tingkat kupon sukuk yang dibayarkan masih mendasarkan pada tingkat suku bunga tertentu. Sehingga, tidak mengherankan jika AAOIFI memberikan penilaian bahwa sekitar 85% sukuk belum sesuai dengan syariah. Oleh karena itu, bagi Indonesia perlu pengembangan inovasi dan struktur sukuk yang lebih beragam.

4.      Dasar Hukum Sukuk

1.      Al-Qur’an
Adapun dalil yang berkenaan dengan kebolehan Sukuk (obligasi syariah) penyusun sarikan dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Berikut dalil-dalilnya:
Firman Allah SWT, QS. Al-Ma’idah [5]:1:
يَاْاَيُّهَااَّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اَوْفُوْا بِاْلعُقُوْدِ
Artinya : “Hai orang – orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”
Firman Allah SWT, QS. Al-Isra’ [17]: 34:
وَاَوْفُوْا بِاْلعَهْدِ اِنَّ اْلعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً
       Artinya: “......dan penuhilah4 janji; Sesungguhnya janji itu pasti
diminta pertanggungan jawabnya.
Firman Q.S. al-Baqarah [2]: 275 :
Artinya : “orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
2.       Hadits
Hadis Nabi SAW yang digunakan sebagai dalil dasar sukuk ini ialah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Amar bin ‘Auf,
عن عمرو بن عوف المزاني قال رسول الله ص م : الصّلْح جائز بين الْمسلمين الا صلْحا حرّم حلالا أَو أَحلّ حراما والْمسلمون علَى شروطهِم إلا شرطا حرّم حلالا أو أحلّ حراما (رواه امام الترمذى)
Artinya : “Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
3.      Qaidah Fikih:
Terdapat tiga kaidah yang digunakan, yaitu :
a.       Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
b.      “Kesulitan dapat menarik kemudahan”;
c.        الأصل فى العادات العفو فلا يحظر منه الا ما حرم الله
“Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat/ kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara (selama tidak bertentangan dengan syariah).”
4.      Pendapat Ulama’
Dengan mempertimbangkan beberapa dalil diatas, akhirnya dikeluarkanlah Fatwa dewan syari`ah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Sukuk (Obligasi syari`ah) adalah surat berharga berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikelurkan emitten kepada pemegang obligasi syariah, tersebut berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.”
Karakteristik dan istilah sukuk merupakan pengganti dari istilah sebelumnya yang memggunakan istilah bond, dimana istilah bond mempunyai makna loan (hutang), dengan menambahkan Islamic maka kontradiktif maknanya karena biasanya yang mendasari mekanisme hutang (loan) adalah interest, sedangkan dalan Islam interest tersebut termasuk riba yang diharamkan. Untuk itu sejak tahun 2007 istilah bond ditukar dengan istilah Sukuk sebagaimana disebutkan dalam peraturanm di Bapepam LK.
Abu Hanifa dan muridnya Abu Yusuf memberikan pandangan bahwa penjualan sesuatu/properti yang belum diterima oleh si penjual namun sudah jelas keberadaan fisiknya (dapat dicek keberadaannya) adalah diperbolehkan. Maka dari sinilah pondasi instrument bernama sukuk di abad modern ini bermula.

5.      Perbedaan Obligasi dan Sukuk
1. Obligasi merupakan surat berharga yang berupa pernyataan utang dari penerbit kepada investor. Sedangkan sukuk merupakan surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah yang merepresentasikan kepemilikan investor atas asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk (underlying asset).
2.    Penerbitan obligasi tidak memerlukan adanya underlying asset. Sedangkan penerbitan sukuk memerlukan keberadaan underlying asset sebagai dasar penerbitan dan sumber pembayaran imbalan yang distruktur melalui suatu skema transaksi dengan menggunakan akad syariah.
3.    Penerbitan obligasi tidak memerlukan landasan syariah. Sedangkan penerbitan sukuk memerlukan landasan syariah, baik berupa fatwa atau pernyataan kesesuaian sukuk terhadap prinsip-prinsip syariah.
4.    Tidak ada pembatasan secara syariah terkait penggunaan dana hasil penerbitan obligasi. Sedangkan penggunaan dana hasil penerbitan sukuk hanya boleh digunakan untuk hal-hal yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah (halal).
5.    Return atau imbalan bagi pemegang obligasi adalah berupa bunga (interest) yang tidak terkait secara langsung dengan tujuan pendanaannya. Sedangkan dalam sukuk, return yang diberikan terkait dengan asset, akad dan tujuan pendanaannya. Return tersebut dapat berupa imbalan yang berasal dari uang sewa (ujrah), fee margin, bagi hasil atau sumber lainnya sesuai dengan akad/kontrak yang digunakan untuk transaksi underlying.
6.    Perdagangan obligasi di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas surat utang. Sedangkan penjualan sukuk di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas kepemilikan aset yang menjadi dasar penerbitan.
7.    Sebagai instrumen syariah, sukuk memiliki basis investor yang lebih luas, mencakup investor konvensional dan investor syariah. Sedangkan obligasi hanya bisa meraih investor konvensional, dan tidak dapat dipilih sebagai instrument investasi bagi para investor syariah.