Rabu, 04 Juli 2018

EMF ; OBLIGASI DAN SUKUK


Nur Auliah
NPM : 1601270017
4A-Perbankan Syariah’16 Pagi
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
OBLIGASI DAN SUKUK

1.      Obligasi
Obligasi adalah suatu istilah yang digunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Ketentuan lain dapat juga dicantumkan dalam obligasi tersebut seperti misalnya identitas pemegang obligasi, pembatasan-pembatasan atas tindakan hukum yang dilakukan oleh penerbit. Obligasi pada umumnya diterbitkan untuk suatu jangka waktu tetap di atas 10 tahun. Misalnya saja pada Obligasi pemerintah Amerika yang disebut "U.S. Treasury securities" diterbitkan untuk masa jatuh tempo 10 tahun atau lebih. Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun disebut "surat utang" dan utang di bawah 1 tahun disebut "Surat Perbendaharaan. Di Indonesia, Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun yang diterbitkan oleh pemerintah disebut Surat Utang Negara (SUN) dan utang di bawah 1 tahun yang diterbitkan pemerintah disebut Surat Perbendaharan Negara (SPN).
Obligasi secara ringkasnya adalah utang tetapi dalam bentuk sekuriti. "Penerbit" obligasi adalah si peminjam atau debitur, sedangkan "pemegang" obligasi adalah pemberi pinjaman atau kreditur dan "kupon" obligasi adalah bunga pinjaman yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur. Dengan penerbitan obligasi ini maka dimungkinkan bagi penerbit obligasi guna memperoleh pembiayaan investasi jangka panjangnya dengan sumber dana dari luar perusahaan.
Pada beberapa negara, istilah "obligasi" dan "surat utang" dipergunakan tergantung pada jangka waktu jatuh temponya. Pelaku pasar biasanya menggunakan istilah obligasi untuk penerbitan surat utang dalam jumlah besar yang ditawarkan secara luas kepada publik dan istilah "surat utang" digunakan bagi penerbitan surat utang dalam skala kecil yang biasanya ditawarkan kepada sejmlah kecil investor. Tidak ada pembatasan yang jelas atas penggunaan istilah ini. Ada juga dikenal istilah "surat perbendaharaan" yang digunakan bagi sekuriti berpenghasilan tetap dengan masa jatuh tempo 3 tahun atau kurang . Obligasi memiliki risiko yang tertinggi dibandingkan dengan "surat utang" yang memiliki risiko menengah dan "surat perbendaharaan" yang memiliko risiko terendah yang mana dilihat dari sisi "durasi" surat utang di mana makin pendek durasinya memiliki risiko makin rendah.
Obligasi dan saham keduanya adalah instrumen keuangan yang disebut sekuriti namun bedanya adalah bahwa pemilik saham adalah bagian dari pemilik perusahan penerbit saham, sedangkan pemegang obligasi adalah semata merupakan pemberi pinjaman atau kreditur kepada penerbit obligasi. Obligasi juga biasanya memiliki suatu jangja waktu yang ditetapkan di mana setelah jangka waktu tersebut tiba maka obligasi dapat diuangkan sedangkan saham dapat dimiliki selamanya ( terkecuali pada obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Inggris yang disebut gilts yang tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo.


2.      Sukuk
Sukuk (Arab: صكوك‎, bentuk jamak dari صك Shak, "instrumen legal, amal, cek") adalah istilah dalam bahasa Arab yang digunakan untuk obligasi yang berdasarkan prinsip syariah. Dalam fatwa nomor 32/DSN-MUI/IX/2002, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mendefinisikan sukuk sebagai surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin atau fee, serta membayar kembali dana obligasi saat jatuh tempo.[1]
Sukuk dapat pula diartikan dengan Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas:
  1. kepemilikan aset berwujud tertentu;
  2. nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu; atau
  3. kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.

3.      Penerapan Sukuk Di Indonesia

Pasar keuangan di Indonesia pada tahun 2008 akhirnya mencatatkan sejarah baru. Meski terlambat yaitu pada bulan Mei 2008 , Pemerintah telah mengundangkan Undang- undang No. 19/2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau UU Sukuk Negara (sovereign sukuk). Hal ini patut diberikan apresiasi tinggi atas upaya pemerintah  dan DPR yang berhasil menghasilkan UU Sukuk Negara ini. Dikatakan terlambat, karena perkembangan sukuk di Indonesia, sesungguhnya sudah dimulai oleh swasta, meskipun pangsanya masih kecil.
Dengan diberlakukannya UU Sukuk Negara dan adanya penerbitan sukuk oleh pemerintah, itu berarti sukuk kini menjadi instrumen pembiayaan yang diakui sehingga dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap sukuk kita, baik sukuk negara maupun sukuk korporasi.
Sebagaimana disebut di atas, perkembangan sukuk di Indonesia sesungguhnya bermula karena adanya inisiatif dari swasta. Dukungan yang kurang dari pemerintah dan regulator terhadap perkembangan sukuk ini, menyebabkan posisi Indonesia dalam pasar keuangan syariah global tidak mendapatkan tempat yang semestinya. Dengan diberlakukannya UU Sukuk Negara, diperkirakan perkembangan pasar sukuk di Indonesia akan lebih semarak dibandingkan sebelumnya. Terlebih lagi, minat investor terhadap sukuk ini sangat besar, sebagaimana ditunjukan dari perkembangan sukuk global saat ini.
Namun demikian, pasar sukuk di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, pasar keuangan syariah di Indonesia tidak terlalu likuid. Penyebabnya, pangsa pasarnya yang relatif kecil, yaitu kurang dari 5% dari seluruh sistem keuangan di Indonesia. Kecilnya pangsa pasar keuangan syariah ini diperkirakan akan menyebabkan pertumbuhan pasar sukuk domestik akan tetap terbatas. Oleh karenanya, dengan langkah perdana pemerintah menerbitkan sukuk domestik , selanjutnya perlu dibuka pasar sukuk global sebagai benchmark bagi penerbitan sukuk global lainnya, baik sovereign sukuk maupun corporate sukuk.
Kedua, belum adanya kepastian masalah perpajakan terkait dengan transaksi yang melibatkan investor sukuk. Permasalahan perpajakan ini tidak hanya terkait dengan sukuk, namun menyangkut transaksi keuangan syariah secara keseluruhan. Isu yang paling mengemuka adalah adanya double taxation dalam transaksi keuangan syariah.
Ketiga, kebanyakan produk keuangan syariah bersifat “debt-based” atau “debt- likely”. Padahal, idealnya keuangan syariah adalah “profit-loss sharing”. Ini terlihat dari komposisi tingkat kupon sukuk yang dibayarkan masih mendasarkan pada tingkat suku bunga tertentu. Sehingga, tidak mengherankan jika AAOIFI memberikan penilaian bahwa sekitar 85% sukuk belum sesuai dengan syariah. Oleh karena itu, bagi Indonesia perlu pengembangan inovasi dan struktur sukuk yang lebih beragam.

4.      Dasar Hukum Sukuk

1.      Al-Qur’an
Adapun dalil yang berkenaan dengan kebolehan Sukuk (obligasi syariah) penyusun sarikan dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Berikut dalil-dalilnya:
Firman Allah SWT, QS. Al-Ma’idah [5]:1:
يَاْاَيُّهَااَّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اَوْفُوْا بِاْلعُقُوْدِ
Artinya : “Hai orang – orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”
Firman Allah SWT, QS. Al-Isra’ [17]: 34:
وَاَوْفُوْا بِاْلعَهْدِ اِنَّ اْلعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً
       Artinya: “......dan penuhilah4 janji; Sesungguhnya janji itu pasti
diminta pertanggungan jawabnya.
Firman Q.S. al-Baqarah [2]: 275 :
Artinya : “orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
2.       Hadits
Hadis Nabi SAW yang digunakan sebagai dalil dasar sukuk ini ialah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Amar bin ‘Auf,
عن عمرو بن عوف المزاني قال رسول الله ص م : الصّلْح جائز بين الْمسلمين الا صلْحا حرّم حلالا أَو أَحلّ حراما والْمسلمون علَى شروطهِم إلا شرطا حرّم حلالا أو أحلّ حراما (رواه امام الترمذى)
Artinya : “Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
3.      Qaidah Fikih:
Terdapat tiga kaidah yang digunakan, yaitu :
a.       Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
b.      “Kesulitan dapat menarik kemudahan”;
c.        الأصل فى العادات العفو فلا يحظر منه الا ما حرم الله
“Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat/ kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara (selama tidak bertentangan dengan syariah).”
4.      Pendapat Ulama’
Dengan mempertimbangkan beberapa dalil diatas, akhirnya dikeluarkanlah Fatwa dewan syari`ah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Sukuk (Obligasi syari`ah) adalah surat berharga berjangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikelurkan emitten kepada pemegang obligasi syariah, tersebut berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.”
Karakteristik dan istilah sukuk merupakan pengganti dari istilah sebelumnya yang memggunakan istilah bond, dimana istilah bond mempunyai makna loan (hutang), dengan menambahkan Islamic maka kontradiktif maknanya karena biasanya yang mendasari mekanisme hutang (loan) adalah interest, sedangkan dalan Islam interest tersebut termasuk riba yang diharamkan. Untuk itu sejak tahun 2007 istilah bond ditukar dengan istilah Sukuk sebagaimana disebutkan dalam peraturanm di Bapepam LK.
Abu Hanifa dan muridnya Abu Yusuf memberikan pandangan bahwa penjualan sesuatu/properti yang belum diterima oleh si penjual namun sudah jelas keberadaan fisiknya (dapat dicek keberadaannya) adalah diperbolehkan. Maka dari sinilah pondasi instrument bernama sukuk di abad modern ini bermula.

5.      Perbedaan Obligasi dan Sukuk
1. Obligasi merupakan surat berharga yang berupa pernyataan utang dari penerbit kepada investor. Sedangkan sukuk merupakan surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah yang merepresentasikan kepemilikan investor atas asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk (underlying asset).
2.    Penerbitan obligasi tidak memerlukan adanya underlying asset. Sedangkan penerbitan sukuk memerlukan keberadaan underlying asset sebagai dasar penerbitan dan sumber pembayaran imbalan yang distruktur melalui suatu skema transaksi dengan menggunakan akad syariah.
3.    Penerbitan obligasi tidak memerlukan landasan syariah. Sedangkan penerbitan sukuk memerlukan landasan syariah, baik berupa fatwa atau pernyataan kesesuaian sukuk terhadap prinsip-prinsip syariah.
4.    Tidak ada pembatasan secara syariah terkait penggunaan dana hasil penerbitan obligasi. Sedangkan penggunaan dana hasil penerbitan sukuk hanya boleh digunakan untuk hal-hal yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah (halal).
5.    Return atau imbalan bagi pemegang obligasi adalah berupa bunga (interest) yang tidak terkait secara langsung dengan tujuan pendanaannya. Sedangkan dalam sukuk, return yang diberikan terkait dengan asset, akad dan tujuan pendanaannya. Return tersebut dapat berupa imbalan yang berasal dari uang sewa (ujrah), fee margin, bagi hasil atau sumber lainnya sesuai dengan akad/kontrak yang digunakan untuk transaksi underlying.
6.    Perdagangan obligasi di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas surat utang. Sedangkan penjualan sukuk di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas kepemilikan aset yang menjadi dasar penerbitan.
7.    Sebagai instrumen syariah, sukuk memiliki basis investor yang lebih luas, mencakup investor konvensional dan investor syariah. Sedangkan obligasi hanya bisa meraih investor konvensional, dan tidak dapat dipilih sebagai instrument investasi bagi para investor syariah.






Minggu, 29 April 2018

EMF: KEBIJAKAN FISKAL


Nur Auliah
1601270017
4A-Perbankan Syariah Pagi
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
KEBIJAKAN FISKAL

1.      Pengertian Kebijakan Fiskal
               Fiskal adalah tindakan yang diambil pemerintah untuk mengelola anggaran belanja negara baik menambah maupun mengurangi. pemasukan yang di dapat dari pajak, bantuan dari luar negeri, dari pemerintah, kemudian transfer. Kebijakan fiskal secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi pendapatan nasional. Kata fiskal berasal dari bahasa latin, fiscus yaitu nama seorang pemegang kuasa atas keuangan pertama pada zaman Romawi kuno. Secara harfiah berarti keranjang atau tas. Adapun kata fisc dalam bahasa Inggris berarti pembendaharaan atau pengaturan keluar masuknya uang dalam kerajaan. Fiskal digunakan untuk menjelaskan bentuk pendapatan Negara atau kerajaan yang dikumpulkan dari masyarakat dan oleh pemerintahan Negara atau kerajaan dianggap sebagai pendapatan lalu digunakan sebagai pengeluaran dengan program-program untuk menghasilkan pencapaian terhadap pendapatan nasional, produksi dan perekonomian serta digunakan pula sebagai perangkat keseimbangan dalam perekonomian.

Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pihak pemerintah guna mengelola dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik atau yang diinginkan dengan cara mengubah atau memperbarui penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Salah satu hal yang ditonjolkan dari kebijakan fiskal ini adalah pengendalian pengeluaran dan penerimaan pemerintah atau negara.

A.     Pengertian Government Expenditure
Government Expenditure adalah belanja pemerintah yang mencakup semua konsumsi dan investasi pemerintah tetapi tidak termasuk pembayaran transfer yang dibuat oleh negara. Pemerintah akuisisi barang dan jasa untuk penggunaan saat ini untuk secara langsung memenuhi kebutuhan individu atau kolektif dari anggota masyarakat digolongkan sebagai pengeluaran konsumsi pemerintah akhir. Pemerintah akuisisi barang dan jasa yang ditujukan untuk menciptakan manfaat masa depan, seperti investasi infrastruktur atau pengeluaran penelitian, digolongkan sebagai investasi pemerintah (pembentukan modal tetap bruto). Pemerintah pengeluaran yang tidak akuisisi barang dan jasa, dan bukan hanya merupakan transfer uang, seperti pembayaran jaminan sosial, yang disebut pembayaran transfer. Dua yang pertama jenis pengeluaran pemerintah, pengeluaran konsumsi akhir dan pembentukan modal tetap bruto, bersama-sama merupakan salah satu komponen utama dari produk domestik bruto.

John Maynard Keynes adalah salah satu ekonom pertama yang menganjurkan defisit pengeluaran pemerintah sebagai bagian dari respon kebijakan fiskal ke kontraksi ekonomi. Dalam ilmu ekonomi Keynesian, pengeluaran pemerintah meningkat diperkirakan meningkatkan permintaan agregat dan konsumsi meningkat, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan produksi. Ekonom Keynesian berpendapat bahwa Depresi Besar diakhiri oleh program pengeluaran pemerintah seperti New Deal dan belanja militer selama Perang Dunia II. Menurut pandangan Keynesian, resesi yang parah atau depresi mungkin tidak pernah berakhir jika pemerintah tidak melakukan intervensi. Ekonom klasik, di sisi lain, percaya bahwa pengeluaran pemerintah meningkat.

B.      Government Expenditure Spending on Health (Belanja pemerintah di sektor kesehatan)
Contoh belanja pemerintah Indonesia di sektor kesehatan :

1.  JAMKESMAS (Jaminan Kesehatan Masyarakat)
Jamkesmas adalah sebuah program jaminan kesehatan untuk warga Indonesia yang memberikan perlindungan sosial dibidang kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya yang layak dapat terpenuhi.Program ini dijalankan oleh Departemen Kesehatan sejak 2008. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) diselenggarakan berdasarkan konsep asuransi sosial.

Program ini diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk :
a)      mewujudkan portabilitas pelayanan sehingga pelayanan rujukan tertinggi yang disediakan Jamkesmas dapat diakses oleh seluruh peserta dari berbagai wilayah;
b)      agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.
Pada tahun 2009 program ini mendanai biaya kesehatan untuk 76,4 juta penduduk, jumlah ini termasuk sekitar 2,650 juta  anak terlantar, penghuni panti jompo, tunawisma dan penduduk yang tidak memiliki kartu tanda penduduk.

2.      JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja)
Jamsostek adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi social.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial. PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana undang-undang jaminan social tenaga kerja. Sebagai program publik, Jamsostek memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-undang No.3 tahun 1992 mengatur Jenis Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK),sedangkan kewajiban peserta adalah tertib administrasi dan membayar iuran.

C.    Government Expenditure Spending on Education (Belanja pemerintah di sektor pendidikan)

Contoh belanja pemerintah di sektor pendidikan :
1.      Wajib Belajar 12 Tahun

Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo menyerahkan Kartu Gratis Wajib Belajar 12 Tahun bagi siswa sekolah-sekolah Negeri di DKI Jakarta. Gubernur mengatakan Pemprov DKI Jakarta menaruh perhatian besar terhadap kemajuan pembangunan pendidikan, pembinaan generasi muda, serta meningkatkan kwalitas SDM warga DKI Jakarta. Menurut Gubernur, apabila sebelumnya membebaskan biaya sekolah negeri sampai tingkat SLTP saja, kali ini untuk tahun 2013 memperluas kebijakan pembangunan pendidikan dengan memberlakukan Wajib Belajar 12 Tahun secara gratis sampai dengan jenjang pendidikan SMA/SMK Negeri. Kartu Gratis Wajib Belajar 12 Tahun pendidikan pada tingkat SLTA/sederajat (Negeri), dibebaskan dari biaya yang membebani orang tua murid (gratis).
Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2012 total APBD DKI Jakarta mencapai Rp 33 triliun, sebanyak Rp 9,7 Triliun atau 28,93 persen diantaranya untuk pembangunan pendidikan.
Anggaran ini digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, pengadaan fasilitas dan alat peraga, peningkatan mutu dan kesejahteraan tenaga pendidikan, bantuan dana operasional sekolah, termasuk pemberian beasiswa bagi anak-anak berprestasi.
Kemajuan pembangunan pendidikan di DKI Jakarta, lanjut Fauzi Bowo, itu dapat dilihat dari angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dalam tiga tahun terakhir terus meningkat signifikan. IPM di DKI Jakarta tertinggi disbanding daerah lain se Indonesia, pada 2010 mencapai angka 77,8 persen dan pada 2011 mencapai 78,0 persen. 'Tingkat kelulusan dan nilai rata-rata ujian nasional siswa di DKI Jakarta juga berada diatas rata-rata nasional," katanya.

2.      Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah)
BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.
Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.
Secara khusus program BOS bertujuan untuk:
-      Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT (Terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI). Sumbangan/pungutan bagi sekolah RSBI dan SBI harus tetap mempertimbangkan fungsi pendidikan sebagai kegiatan nirlaba, sehingga sumbangan/pungutan tidak boleh berlebih;
-      Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta;
-      Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.



3.      Tujuan Kebijakan Fiskal
Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan fiskal adalah untuk menentukan arah, tujuan, sasaran, dan prioritas pembangunan nasional serta pertumbuhan perekonomian bangsa. Adapun tujuan-tujuan dikeluarkannya kebijakan fiskal secara rinci adalah sebagai berikut.
a. Mencapai kestabilan perekonomian nasional.
b. Memacu pertumbuhan ekonomi.
c. Mendorong laju investasi.
d. Membuka kesempatan kerja yang luas.
e. Mewujudkan keadilan sosial.
f. Sebagai wujud pemerataan dan pendistribusian pendapatan.
g. Mengurangi pengangguran.
h. Menjaga stabilitas harga barang dan jasa agar terhindar dari inflasi.


4.      Fungsi Kebijakan Fiskal

Fungsi kebijakan fiskal ada 3 yaitu :
a.       Fungsi Alokasi : pemerintah punya tugas memastikan SDA / produksi dimanfaatkan secara optimal.
b.      Fungsi Distribusi : pemerintah punya tugas agar seluruh anak bangsa merasakan SDA dan pendidikan secara adil contoh subsidi, otonomi daerah. Dll
c.       Fungsi Stabilisasi : pemerintah punya tugas untuk menstabilkan harga baik harga pasar maupun harga keamanan. Dll


5.      Jenis-Jenis Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal dibagi menjadi 2 (dua) yaitu menurut segi teori dan menurut jumlah penerimaan dan pengeluaran.
1. Kebijakan Fiskal dari Segi Teori
Kebijakan Fiskal Fungsional
Merupakan kebijakan untuk pertimbangan pengeluaran anggaran dan penambahan kesempatan kerja yang dilakukan oleh pemerintah karena akibat tidak langsung dari pendapatan nasional.
Kebijakan Fiskal yang Disengaja
Merupakan kebijakan fiskal yang dimaksudkan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang sedang dihadapi dengan cara memanipulasi anggaran belanja secara sengaja, baik melalui perubahan perpajakan maupun perubahan pengeluaran pemerintah. Ada tiga bentuk dari macam kebijakan fiskal ini yaitu.
1. Membuat perubahan pada pengeluaran pemerintah
2. Membuat perubahan pada sistem pemungutan pajak
3. Membuat perubahan secara serentak baik pada pengelolaan pemerintah maupun sistem pemungutan pajak
Kebijakan Fiskal Tak Disengaja
Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengendalikan kecepatan siklus bisnis supaya tidak terlalu fluktuatif. Dalam kondisi depresi, kebijakan ini dimaksudkan untuk menambah aktivitas kegiatan ekonomi yang terjadi. Sedangkan dalam keadaan inflasi, kebijakan ini akan mengurangi aktivitas tersebut. Jenis penstabil otomatis atau kebijakan fiskal tak disengaja yaitu pajak proporsional, pajak progresif, kebijakan harga minimum, asuransi pengangguran.
2. Kebijakan Fiskal dari Jumlah Penerimaan & Pengeluaran
Kebijakan Fiskal Seimbang
Kebijakan fiskal seimbang merupakan kebijakan yang membuat antara penerimaan dan pengeluaran menjadi sama jumlahnya. Salah satu kelebihan dari  kebijakan fiskal seimbang yaitu Negara tidak perlu meminjam dana dari pihak dalam Negeri atau luar Negeri. Sedangkan kelemahannya, kondisi perekonomian akan menjadi terpuruk apabila keadaan perekonomian negara dalam kondisi tidak menguntungkan.
Kebijakan Fiskal Surplus
Kebijakan fiskal surplus merupakan  kebijakan yang mana jumlah pendapatan harus sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pengeluaran. Kebijakan fiskal ini merupakan cara untuk menghindari inflasi.
Kebijakan Fiskal Defisit
Kebijakan fiskal defisit yaitu kebijakan yang berlawanan dengan kebijakan surplus. Berarti jumlah pendapatan lebih rendah dari jumlah  pengeluaran. Beberapa kelebihan dari kebijakan fiskal ini adalah bisa mengatasi kelesuan dan depresi pertumbuhan perekonomian. Sedangkan untuk kekurangannya adalah anggaran negara selalu dalam keadaan kekurangan.
Kebijakan Fiskal Dinamis
Kebijakan fiskal dinamis merupakan suatu kebijakan yang mirip dengan kebijakan fiskal seimbang namun dengan ditambah improvisasi yaitu sama besar jumlahnya tetapi seiringnya waktu kedua-duanya akan bertambah besarnya. Kegunaan dari kebijakan ini adalah menyediakan pendapatan yang bisa untuk memenuhi kebutuhan pemerintah yang bertambah seiring berjalannya waktu.